Senin, 24 November 2014

Teori Bisnis Amoral

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Pengejaran kepentingan diri sendiri yang tampa kendali ditolak oleh moralitas konvensional dan oleh etika. Walaupun demikian ada sebuah teori implisit tentang moral bisnis yang menolak menrerapkan kriteria moral dalam bisnis. Para amoralis bisnis dengan enaknya menyampaikan bahwa bisnis tidak mempunyai hubungan apa-pun dengan semua pertimbangan moral. Mitos bisnis amoral (De George,1990) menyatakan bahwa pengajaran keuntungan dala suatu lingkungan bisnis adalah suatu sasaran yang berada diluar pertimbangan moral apa-pun (amoral berarti tak bermoral). Ungkapan lain dari etika bisnis menurut De George disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral. Ungkapan atau mitos ini menggambarkan dengan jelas anggapan atau keyakinan orang bisnis, sejauh mereka menerima mitos seperti itu, tentang dirinya, kegiatannya, dan lingkungan kerjanya.
Bagi orang bisnis yang menginginkan agar bisnisnya bertahan lama dan sukses tidak hanya dari segi material tapi dalam arti seluas-luasnya, mitos tersebut sulit dipertahankan.
Mitos ini bergantung pada dua gagasan fundamental:
1.      Menjaga kepentingan diri sendiri dalam bisnis tidak perlu didiskualifikasi jika ia berbenturan dengan moralitas konvensional (pernyataan mengisolasi)
2.      Dalam bisnis, pengejaran kepentingan pribadi yang tampa kendali harus merupakan sasaran terakhir (tuntutan normatif)
Gagasan dibalik mitos ini berkaitan erat dengan pujian para egois yang mencolok tentang pengejaran kepentingan diri sendiri yag tampa kendali.
beberapa keberatan lain mengenai bisnis amoral.
1.      Egoisme bisnis amoral adalah posisi yang bersifat bertentangan
2.      Egoisme ini menunjukkan pada konsep kepentingan diri sendiri yang tak konsisten.
3.      Tuntutan normatif dalam amoralisme mengagungkan penyiksaan kapitalis.
4.      Amoralitas dalam perusahaan bisnis menyalahgunakan gagasan maksimalisasi keuntungan.

Sumber :



Contoh Kasus Bisnis Amoral

VIVAnews – Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan membekukan perizinan yang diajukan oleh Sentul City terkait kawasan hutan di Kabupaten Bogor. Pembekuan dilakukan karena KPK tengah menyidik kasus dugaan suap terkait rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor.

"Saya kira kasus korupsi ditangani hal-hal berkaitan dgn perizinan itu tentu status quo, tidak boleh dilanjutkan," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan di Gedung KPK, Jumat 14 November 2014.

Ferry mengatakan dia berkomitmen membantu KPK dalam penanganan kasus-kasus berkaitan dengan kementeriannya.

"Komitmen kita memberikan data yang sebenar-benarnya, data yang seasli-aslinya, dan data yang valid kepada KPK. Sehingga KPK bisa menemukan dimana titik pelanggaran," ujarnya.

Wakil Ketua KPK, Zulkarnain mengungkapkan dia menyetujui jika ada perizinan yang diberikan dengan menyalahi aturan, maka perizinan itu harus dicabut.

"Saya pikir itu satu hal yang bagus. Tentu KPK akan memberikan apresiasi. mMemang demikian yang seharusnya, sebab andaikata persyaratan tidak dipenuhi tapi izin diberikan, berarti izin bermasalah, tidak clean and clear," katanya.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar juga pernah mengungkapkan akan melakukan penghentian sementara (Moratorium) terkait pemberian izin penggunaan kawasan hutan.

Menurut Siti, hal itu merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo terkait usaha-usaha regulasi dan penetapan standar operasional prosedur dalam perizinan.

"Maka kepada pejabat eselon I di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Saya tegaskan bahwa tidak ada keluar dulu izin moratorium maupun izin pinjam pakai atau pun penggunaan kawasan untuk keperluan korporat," kata Siti, di Gedung KPK, Jumat, 7 November 2014.

Siti menyebut dalam waktu dekat, perizinan nantinya akan dilakukan satu pintu. Penghentian sementara itu dilakukan agar pengelolaan perizinan dapat lebih mudah dan adil.

Seperti diketahui, Kasus suap kawasan hutan Bogor terungkap setelah KPK menangkap tangan Bupati Bogor Rachmat Yasin pada Rabu malam 7 Mei 2014. Rachmat diduga menerima Rp1,5 miliar untuk memuluskan tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor seluas 2.754 hektare. Bahkan, Rachmat diduga sudah menerima Rp3 miliar sebelumnya.

KPK kemudian menetapkan Rachmat Yasin sebagai tersangka dalam perkara ini. Selain Rachmat, KPK juga menetapkan beberapa pihak lain dalam perkara ini yakni mantan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, M. Zairin dan seorang dari pihak pemberi suap, Francis Xaverius Yohan Yap (YY) dari PT Bukit Jonggol Asri.

Yohan Yap telah dijatuhi pidana penjara selama 1,5 tahun oleh Majelis Hakim Tipikor Jawa Barat terkait kasus ini. Sementara Rachmat Yasin dan Zairin masih menjalani proses persidangan.

Dalam perkembangannya, KPK juga telah menetapkan Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri, Cahyadi Kumala sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepada Bupati Bogor terkait rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor. Ia langsung ditahan oleh penyidik setelah sebelumnya dijemput paksa di kawasan Sentul, Bogor pada 30 September 2014.

Cahyadi disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”

Kasus di atas merupakan salah satu contoh dari bisnis amoral, dimana dalam pengertian bisnis amoral itu ialah mengenai kasus suap menyuap yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan kepada pejabat atau petinggi Negara yang mempunyai kekuasaan baik di daerah maupun dipusat dengan tujuan untuk memperlancar bisnisnya ataupun ingin memperluas bisnisnya secara mudah dan instan bahkan berbenturan dengan undang-undang serta alam yang ada. Akan tetapi semuanya itu dapat dilewati jalan pintas yang sangat mudah untuk melakukannya dengan menyuap para pejabat-pejabat yang berkepentingan dengan perusahan-perusahaan nakal. Tentu saja hal tersebut bukanlah hal yang baik karena nilai-nilai moral serta etika yang ditamankan di dalam dunia bisnis tercoreng demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya guna unggul dari para pesaing-pesaingnya.