Pada
era informasi seperti sekarang ini, media massa berkembang begitu pesat dengan
berbagai variannya seperti televisi, radio, koran, majalah, tabloid, serta
internet, yang kesemuanya dapat menjangkau daerah-daerah pelosok di seluruh
penjuru bangsa indonesia maupun dunia. Berbagai berita tersebar dengan cepatnya
tanpa bisa dibendung. Seperti sekarang ini, kabar tentang korupsi hampir setiap
saat mengisi kehidupan kita, hampir tak terhitung. Meski kasis korupsi banyak
di ekspos, yang sering pula melibatkan aparat penegak hukum, namun hanya
segelintir yang bisa dibawa ke meja hijau apalagi yang menghasilkan vonis
penjara. Ditambah berbagai kasus belakangan yang disiarkan media massa, opini
publik dapat terbentuk bahwa kasus korupsi sulit untuk dibawa ke pengadilan,
ataupun jika tertangkap, peluang untuk lolos sangatlah terbuka lebar.
Secara
tidak langsung, meski dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat
luas, media massa bisa “dimanfaatkan”oleh orang yang sebelumnya termotivasi
untuk korupsi sebagai media edukasi untuk setiap individu dimana pun
berada.Sseseorang semakin merasa aman untuk meneruskan perilakunya, atau justru
orang yang sebelumnya tidak termotivasi untuk korupsi, kini dapat mulai
mencoba-coba untuk mulai korupsi. Dalam kondisi seperti ini, perilaku korupsi
dapat semakin menggurita tanpa ada yang bisa menghalangi.
Untuk
melemahkan perilaku korupsi khususnya untuk masyarakat indonesia, jika kita
merujuk pada pendapat Skinner, maka yang diperlukan tidak lain adalah hukuman
(punishment). Penerapan punishment dilakukan dengan menerapkan konsukuensi yang
tidak menyenangkan atau dicabutnya konsukuensi yang menyenangkan. Dalam konteks
korupsi di indonesia, hukuman ini bisa berupa penjara, pengucilan oleh
masyarakat, atau penyitaan harta pribadi para pelaku korupsi. Namun, bagaimana
caranya membuat agar hukuman tersebut dapat efektif dan membuat jera pada
pelaku korupsi di negeri ini sehi ngga banyak individu yang mengurungkan
niatnya untuk korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar