Memasuki abad ke-20 kita mengenal sebuah
istilah populer yang berkaitan dengan kecerdasan IQ(Intelligent Quotient. IQ
merupakan daya nalar dan logika seseorang yang berupa kemampuan untuk
mempelajari keterampilan baru, menganalisis, dan sebagainya. IQ digunakan untuk
memetakan kemampuan kognitif dan kesiapan seseorang untuk mempelajari berbagai
hal.
Pada tahun 1905 psikolog Prancis, Alfred
Binet, menyusun suatu tes kecerdasan terstandarisasi. Binet merancang tes
kecerdasannya ini untuk mengidentifikasi pelajar-pelajar disekolahnya saat itu
yang membutuhkan bantuan khusus. Binet tidak mencari anak-anak yang berbakat
luar biasa, seperti yang berlangsung di kemudian hari. Lebih jauh lagi, Binet
berusaha untuk memastikan bahwa anak-anak yang memiliki persoalan-persoalan
dalam perilaku ini tidak lantas dianggap, secara terburu-buru, sebagai orang
yang bodoh/tidak cerdas. Tes yang dikembangkan oleh Binet ini kemudian disusun
kembali oleh Lewis Terman. Sekarang metode tes IQ masih digunakan untuk
membantu para pelajar yang memerlukan pelajaran tambahan dan perhatian lebih.
Pada awal tahun 1990-an, Daniel Goleman
memperkenalkan teori baru yang dinamakan Emotional Intelligence (EQ). Kemudian
disusul oleh Danah Zohar dan Ian Marshall yang mempopulerkan teori Spiritual
Intelligence (SQ). Secara esensial, kedua teori tersebut memberikan sebuah
terobosan ilmiah yang betul-betul baru. Namun mereka telag
mensintesakan,mengemas, dan memopulerkan sekian banyak studi dan riset terbaru
di berbagai bidang keilmuan ke dalam sebuah formulasi yang cukup populer.
Pendapat mereka ini sekaligus menjelaskan bahwa aspek kecerdasan manusia
ternyata lebih luas dari sekedar apa yang kita ketahui selama ini.
Menurut Goleman ada aspek lain dalam
diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam
menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konversional tersebut. Ia
menyebutkan dengan istilah kecerdasan emosional dan mengaitkannya dengan
kemampuan untuk mengelola perasaan. Kemampuan emosional ini adalah kemampuan
untuk mempersepsi situasi, bertindak sesuai dengan persepsi tersebut, kemampuan
untuk berempati, dan sebagainya. Jika kita tidak mampu mengelola “aspek
rasa”kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek
kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar