”VIVAnews – Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan
membekukan perizinan yang diajukan oleh Sentul City terkait kawasan hutan di
Kabupaten Bogor. Pembekuan dilakukan karena KPK tengah menyidik kasus dugaan
suap terkait rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor.
"Saya kira kasus korupsi ditangani hal-hal berkaitan dgn perizinan itu tentu status quo, tidak boleh dilanjutkan," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan di Gedung KPK, Jumat 14 November 2014.
Ferry mengatakan dia berkomitmen membantu KPK dalam penanganan kasus-kasus berkaitan dengan kementeriannya.
"Komitmen kita memberikan data yang sebenar-benarnya, data yang seasli-aslinya, dan data yang valid kepada KPK. Sehingga KPK bisa menemukan dimana titik pelanggaran," ujarnya.
Wakil Ketua KPK, Zulkarnain mengungkapkan dia menyetujui jika ada perizinan yang diberikan dengan menyalahi aturan, maka perizinan itu harus dicabut.
"Saya pikir itu satu hal yang bagus. Tentu KPK akan memberikan apresiasi. mMemang demikian yang seharusnya, sebab andaikata persyaratan tidak dipenuhi tapi izin diberikan, berarti izin bermasalah, tidak clean and clear," katanya.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar juga pernah mengungkapkan akan melakukan penghentian sementara (Moratorium) terkait pemberian izin penggunaan kawasan hutan.
Menurut Siti, hal itu merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo terkait usaha-usaha regulasi dan penetapan standar operasional prosedur dalam perizinan.
"Maka kepada pejabat eselon I di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Saya tegaskan bahwa tidak ada keluar dulu izin moratorium maupun izin pinjam pakai atau pun penggunaan kawasan untuk keperluan korporat," kata Siti, di Gedung KPK, Jumat, 7 November 2014.
Siti menyebut dalam waktu dekat, perizinan nantinya akan dilakukan satu pintu. Penghentian sementara itu dilakukan agar pengelolaan perizinan dapat lebih mudah dan adil.
Seperti diketahui, Kasus suap kawasan hutan Bogor terungkap setelah KPK menangkap tangan Bupati Bogor Rachmat Yasin pada Rabu malam 7 Mei 2014. Rachmat diduga menerima Rp1,5 miliar untuk memuluskan tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor seluas 2.754 hektare. Bahkan, Rachmat diduga sudah menerima Rp3 miliar sebelumnya.
KPK kemudian menetapkan Rachmat Yasin sebagai tersangka dalam perkara ini. Selain Rachmat, KPK juga menetapkan beberapa pihak lain dalam perkara ini yakni mantan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, M. Zairin dan seorang dari pihak pemberi suap, Francis Xaverius Yohan Yap (YY) dari PT Bukit Jonggol Asri.
Yohan Yap telah dijatuhi pidana penjara selama 1,5 tahun oleh Majelis Hakim Tipikor Jawa Barat terkait kasus ini. Sementara Rachmat Yasin dan Zairin masih menjalani proses persidangan.
Dalam perkembangannya, KPK juga telah menetapkan Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri, Cahyadi Kumala sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepada Bupati Bogor terkait rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor. Ia langsung ditahan oleh penyidik setelah sebelumnya dijemput paksa di kawasan Sentul, Bogor pada 30 September 2014.
Cahyadi disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”
"Saya kira kasus korupsi ditangani hal-hal berkaitan dgn perizinan itu tentu status quo, tidak boleh dilanjutkan," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan di Gedung KPK, Jumat 14 November 2014.
Ferry mengatakan dia berkomitmen membantu KPK dalam penanganan kasus-kasus berkaitan dengan kementeriannya.
"Komitmen kita memberikan data yang sebenar-benarnya, data yang seasli-aslinya, dan data yang valid kepada KPK. Sehingga KPK bisa menemukan dimana titik pelanggaran," ujarnya.
Wakil Ketua KPK, Zulkarnain mengungkapkan dia menyetujui jika ada perizinan yang diberikan dengan menyalahi aturan, maka perizinan itu harus dicabut.
"Saya pikir itu satu hal yang bagus. Tentu KPK akan memberikan apresiasi. mMemang demikian yang seharusnya, sebab andaikata persyaratan tidak dipenuhi tapi izin diberikan, berarti izin bermasalah, tidak clean and clear," katanya.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar juga pernah mengungkapkan akan melakukan penghentian sementara (Moratorium) terkait pemberian izin penggunaan kawasan hutan.
Menurut Siti, hal itu merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo terkait usaha-usaha regulasi dan penetapan standar operasional prosedur dalam perizinan.
"Maka kepada pejabat eselon I di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Saya tegaskan bahwa tidak ada keluar dulu izin moratorium maupun izin pinjam pakai atau pun penggunaan kawasan untuk keperluan korporat," kata Siti, di Gedung KPK, Jumat, 7 November 2014.
Siti menyebut dalam waktu dekat, perizinan nantinya akan dilakukan satu pintu. Penghentian sementara itu dilakukan agar pengelolaan perizinan dapat lebih mudah dan adil.
Seperti diketahui, Kasus suap kawasan hutan Bogor terungkap setelah KPK menangkap tangan Bupati Bogor Rachmat Yasin pada Rabu malam 7 Mei 2014. Rachmat diduga menerima Rp1,5 miliar untuk memuluskan tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor seluas 2.754 hektare. Bahkan, Rachmat diduga sudah menerima Rp3 miliar sebelumnya.
KPK kemudian menetapkan Rachmat Yasin sebagai tersangka dalam perkara ini. Selain Rachmat, KPK juga menetapkan beberapa pihak lain dalam perkara ini yakni mantan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, M. Zairin dan seorang dari pihak pemberi suap, Francis Xaverius Yohan Yap (YY) dari PT Bukit Jonggol Asri.
Yohan Yap telah dijatuhi pidana penjara selama 1,5 tahun oleh Majelis Hakim Tipikor Jawa Barat terkait kasus ini. Sementara Rachmat Yasin dan Zairin masih menjalani proses persidangan.
Dalam perkembangannya, KPK juga telah menetapkan Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri, Cahyadi Kumala sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepada Bupati Bogor terkait rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor. Ia langsung ditahan oleh penyidik setelah sebelumnya dijemput paksa di kawasan Sentul, Bogor pada 30 September 2014.
Cahyadi disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”
Kasus
di atas merupakan salah satu contoh dari bisnis amoral, dimana dalam pengertian bisnis amoral itu ialah mengenai
kasus suap menyuap yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan kepada pejabat atau
petinggi Negara yang mempunyai kekuasaan baik di daerah maupun dipusat dengan
tujuan untuk memperlancar bisnisnya ataupun ingin memperluas bisnisnya secara
mudah dan instan bahkan berbenturan dengan undang-undang serta alam yang ada. Akan
tetapi semuanya itu dapat dilewati jalan pintas yang sangat mudah untuk
melakukannya dengan menyuap para pejabat-pejabat yang berkepentingan dengan
perusahan-perusahaan nakal. Tentu saja hal tersebut bukanlah hal yang baik
karena nilai-nilai moral serta etika yang ditamankan di dalam dunia bisnis
tercoreng demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya guna unggul dari para
pesaing-pesaingnya.
Sumber : http://nasional.news.viva.co.id/news/read/558416-perizinan-sentul-city-terkait-hutan-bogor-dibekukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar